STUDI KASUS SEBAGAI STRATEGI PENELITIAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Selain studi kasus masih ada beberapa metode yang lain seperti eksperimen, survei, historis dan analisis informasi dokumenter (seperti dalam studi-studi ekonomi). Penggunaan setiap metode memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri, tergantung kepada tiga hal yaitu : 1) tipe pertanyaan penelitian, 2) kontrol yang dimiliki penelitian terhadap peristiwa perilaku yang akan ditelitinya, dan 3) fokus terhadap fenomena penelitiannya (fenomena kontemporer ataukah fenomena historis)
Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila penelitian hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata. Selain itu, penelitian studi kasus dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu studi-studi kasus eksplanatoris, eksploratoris dan deskriptif. Dalam penggunaanya, peneliti studi kasus perlu memusatkan perhatian pada aspek pendesainan dan penyelenggaraannya agar lebih mampu menghadapi kritik-kritik tradisional tertentu terhadap metode/ tipe pelihannya.

1.2.        Rumusan Masalah
Sehubungan dengan luasnya bidang aplikasi studi kasus, dalam makalah ini akan ditunjukkan beberapa karakteristik yang membedakan studi kasus dari strategi penelitian lainnya.

1.3.        Tujuan
Dengan dibuatnya makalah mengenai “Studi Kasus sebagai Strategi Penelitian” ini diharapkan mahasiswa mampu memahami isi materi tersebut, dan dapat membantu mahasiswa dalam penyusunan proposal yang berhubungan dengan studi kasus.





BAB II
STUDI KASUS SEBAGAI STRATEGI PENELITIAN

2.1.        Studi Kasus dan Strategi-strategi Penelitian lainnya
Kapan dan mengapa anda ingin menggunakan studi kasus untuk beberapa topik ? haruskah anda lebih memilih pengerjaan eksperimen (kuasai) ? Survei ? atau historis ?
Pilihan ini menunjukkan pada strategi penelitian yang berbeda. Masing-masing merupakan cara pengumpulan dan analisis bukti empiris yang berbeda. Setiap strategi memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri. Untuk memperoleh keutungan yang optimal dari penggunaan strategi studi kasus, kita perlu mengetahui perbedaan antara strategi-strategi tersebut.
Kesalahpahaman yang ada selama ini ialah bahwa strategi-strategi penelitian di atas harus didudukkan secara hirarkis. Karenanya,  kita telah biasa diajari untuk menyakini bahwa studi kasus cocok untuk tahap eksploratoris suatu penelitian, bahwa eksperimen merupakan satu-satunya cara untuk mengerjakan eksplanatori atau inkuiri kausal. 

Kotak 1
Studi Kasus Deskriptif yang Terkenal
Street Corner Socity (1943) oleh William F. Whyte telah bertahun-tahun 
menjadi bacaan yang direkomendasikan dalam sosiologi. Buku 
tersebut dijadikan sebuah contoh klasik untuk studi kasus deskriptif. 
Ia melacak urutan peristiwa hubungan antarpribadi, menggambarkan 
subbudaya yang sudah jarang menjadi topik penelitian dan menemukan 
fenomena kunci seperti kemajuan karir para pemuda berpendapatan 
redah serta kemampuan (atau ketakmampuan) mereka untuk 
mengesampingkan ikatan lingkungan.
Studi tersebut dihargai tinggi walaupun ia merupakan studi kasus tunggal 
yang hanya mencakup sebuah lingkungan sosial (Cornerville) dan satu
periode waktu yang sekarang sudah hampir berumur lima puluh tahun. 
nilai buku tersebut, anehnya, terletak pada kemampuan generalisasinya
 terhadap isu-isu : (1) untuk kerja perorangan, (2) struktur kelompok, dan 
(3) struktur lingkungan sosial. Para peneliti akhir-akhir ini berulangkali 
menemukan kembali nilai-nilai Corneville, meskipun mereka meneliti 
lingkungan sosial yang berbeda dan dalam periode yang berbeda pula.

 
 


 Pandangan hirarkis semacam ini jelaslah tidak benar. Eksperimen dengan motif eksplanatori tentu selalu ada. Selain itu, perkembangan eksplanasi kausal telah lama menjadi kerisauan yang serius dari para sejarawan, yang tercemin di lapangan yang disebut histografi. Terakhir, studi kasus sesungguhnya jauh lebih merupakan satu-satunya strategi eksploratoris. Beberapa di antara studi kasus yang terbaik dan termuka selama ini ialah studi kasus deskriptif (misalnya: Street Corner Society dari Whyte, 1943, liha kotak 1), dan studi kasus deskriptif-eksplanatoris (Essence of Decision Making: Explaining the Cuban Missile crisis dari Allison, 1971).
Pandangan yang lebih cocok di antara strategi-strategi yang berbeda ini adalah strategi pluralistik. Setiap strategi dapat digunakan sekaligus untuk tiga tujuan – eksploratoris, deskriptif atau eksplanatoris ataupun untuk masing-masing tujuan sehingga ada studi-studi kasus eksploratoris (Yin, 1981a; 1981b) secara tersendiri. Yang membedakan strategi-strategi tersebut tentu bukan aspek hirarkinya, melainkan tiga kondisi lain sebagaimana akan dibahas di bawah. Namun, hal ini tidaklah berarti bahwa pengelompokan antara strategi dimaksud betul-betul merupakan pengelompokan yang tegas dan tajam. Meskipun setiap strategi memiliki karakteristik tersendiri, banyak wilayahnya yang tetap saling tumpang tindih. Tujuan pemilihan tersebut hanyalah untuk menghindarkan salah penggunaan misalnya anda berencana untuk menggunakan sebuah tipe strategi tertentu padahal tipe yang lain sebetulnya lebih menguntungkan.

2.1.1.   Penggunaan masing-masing strategi
Ada tiga kondisi yang perlu diperhatikan dalam hal ini, yaitu : (a) tipe pertanyaan penelitian yang diajukan, (b) luas kontrol yang dimiliki peneliti atas peristiwa perilaku yang akan diteliti, dan (c) fokusnya terhadap peristiwa kontemporer sebagai kebalikan dari peristiwa historis. Table 1.1. menyajikan ketiga kondisi ini dalam setiap kolomnya dan menunjukkan bagaimana masing-masing berkaitan dengan lima strategi utama penelitian dalam ilmu-ilmu sosial (eksperimen, survei, analisis, arsip, historis dan studi kasus). Pentingnya setiap kondisi dalam membedakan kelima strategi dimaksud dibahas sebagai berikut .
Tipe-tipe pertanyaan penelitian (Tabel 1.1. kolom 1). Skema kategori dasar untuk tipe-tipe pertanyaan penelitian yang tak asing lagi, yaitu: siapa, apa, dimana, bagaimana, dan mengapa
TABEL 1.1. Situasi-situasi Relevan untuk Strategi yang Berbeda
Strategi

Bentuk pertanyaan penelitian
Membutuhkan kontrol terhadap peristiwa t.l.
Fokus terhadap peristiwa kontemporer
Eksperimen
Survei
Bagaimana, mengapa
Siapa, apa, dimana, berapa banyak
Ya


Tidak
Ya


Ya
Anal.arsip (mis, dlm, std, ekon)
Historis

Studi kasus
Siapa, apa, dimana,
Berapa banyak
Bagaimana, mengapa
Bagaimana, mengapa
Tidak

Tidak

Tidak
Ya/ tidak

Tidak

ya
Pertanyaan “apa”, jika ditanyakan sebagai bagian dari studi eksploratoris, sesuai bagi kelima strategi

Jika pertanyaan-pertanyaan penelitian berfokus pada pertanyaan-pertanyaan “apakah”, maka akan muncul salah satu dari dua kemungkinan berikut ini. Pertama, beberapa tipe pertanyaan “apa” merupakan pertanyaan eksploratoris, seperti “Cara-cara apa yang efektif untuk menyelenggarakan suatu sekolah ?” Tipe pertanyaan ini dapat digolongkan rasional guna menyelenggarakan studi eksploratoris, untuk maksud pengembangan hipotesis dan proposisi yang berkaitan bagi inkuiri selanjutnya. Namun demikian, sebagai studi eksploratoris, strategi mana pun dapat digunakan digunakan misalnya survei eksploratoris, eksperimen eksploratoris, atau studi kasus eksploratoris. Tipe kedua dari pertanyaan “apa” pada dasarnya merupakan bentuk inkuiri “berapa banyak” misalnya, “apakah hasil dari reorganisasi manajerial khusus selama ini ?” Mengidentifikasi hasil-hasil semacam itu tampaknya lebih cocok untuk strategi survei atau arsip daripada yang lain.
Sebagaimana halnya dengan tipe pertanyaan kedua “apakah”, pertanyaan-pertanyaan “siapakah” dan “di manakah” (atau turunannya – “berapa banyakkah”) tampaknya lebih sesuai untuk strategi survei atau analisis rekaman-rekaman arsip, seperti dalam penelitian ekonomi. Strategi-strategi ini menguntungkan bilamana tujuan penelitiannya adalah mendeskripsikan kejadian atau kelaziman suatu fenomena atau jika berkenaan dengan memprediksi hasil-hasil tertentu.
Sebaliknya, pertanyaan-pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” pada dasarnya lebih eksplanatoris dan lebih mengarah ke  penggunaan strategi-strategi studi kasus, historis dan eksperimen. Hal ini disebabkan pertanyaan-pertanyaan seperti ini berkenaan dengan kaitan-kaitan operasional yang menuntut pelacakan waktu tersendiri, dan bukan sekedar frekuensi atau kemunculan.
Mari kita ambil dua contoh yang lain. jika anda sedang mempelajari yang telah berpartisipasi dalam suatu huru-hara, dan seberapa banyak kerusakan telah terjadi, anda boleh mensurvei para penduduk, mempelajari rekaman-rekaman bisnis (analisis arsip) atau menyelenggaraka suatu survei “kaca depan” dari wilayah huru-hara tersebut. Sebaliknya, jika anda ingin mengetahui mengapa huru-hara itu terjadi, maka anda harus menggunakan informasi-informasi dokumenter yang lebih luas, sebagai tambahan dari penyeleggaraan wawancara, dan jika anda memfokuskan diri pada pertanyaan”mengapa” untuk lebih dari satu kasus, anda barang kali perlu menyelenggaraka studi multikasus.
Kesimpulannya, kondisi pertama dan terpenting untuk membedakan berbagai stratefi penelitian ialah identifikasi tipe pertanyaan penelitian yang diajukan sejak awal. Pada umumnya, pertanyaan “apa” bisa eksploratoris (bisa menggunakan strategi yang manapun) dan bisa lainnya (menggunakan survei atau analisis rekaman arsip). Pertanyaan-pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” tampaknya lebih cocok untuk studi kasus, eksperimen, atau pun historis.
Menentukan tipe pertanyaan penelitian merupakan tahap yang paling penting dalam setiap penelitian, sehingga untuk tugas ini dituntut adanya kesabaran dan persediaan waktu yang cukup. Kuncinya adalah memahami bahwa pertanyaan-pertanyaan penelitian selalu memiliki substansi misalnya, mengenai apakah sebenarnya penelitian saya ini ? – dan bentuk misalnya, apakah saya sedang mempertanyakan “siapakah”, “apakah”, “dimanakah”, “mengapakah”, atau “bagaimanakah”. Ahli lain telah memfokuskan diri pada beberapa isu yang substansif.
Dengan mengasumsikan bahwa pertanyaan-pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” harus menjadi fokus penelitian, perbedaan lebih lanjut antara strategi historis, studi kasus dan eksperimen adalah keluasan kontrol dan akses yang dimiliki peneliti terhadap peristiwa-peristiwa perilaku yang akan diteliti. Metode historis merupakan strategi yang lebih dikehendaki bilamana kontrol dan akses sungguh-sungguh tidak ada.
Studi kasus lebih dikehendaki untuk melacak peristiwa-perinstiwa kontemporer, bila peristiwa-peristiwa yang bersangkutan tak dapat dimanipulasi. Karena itu studi studi kasus mendasarkan diri pada teknik-teknik yang sama dengan kelaziman yang ada pada strategi historis, tetapi dengan menambahkan dua sumber bukti yang biasanya tak termasuk dalam pilihan para sejarawan, yaitu observasi dan wawancara sistematik. Sekali lagi, walaupun studi kasus dan historis bisa tumpang tindih, kekuatan yang unik dari studi kasus adalah kemampuannya untuk berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis bukti-dokumen, peralatan, wawancara dan observasi. Lebih dari itu, dalam beberapa situasi seperti observasi partisipasi, manupulasi informal juga dapat terjadi.
Terakhir, eksperimen dapat dilakukan bilaman peneliti dapat memanipulasi perilaku secara langsung, persis dan sistematis.

2.1.2.   Prasangka tradisional terhadap studi kasus
Sebagai penyelenggara suatu penelitian, studi kasus tunggal dan multikasus telah dipandang sebagai bentuk inkuiri yang kurang diinginkan ketimbang eksperimen atau survei. Mengapa demikian ?
Mungkin kerisauan terbesar selama ini adalah terletak pada kurang ketatnya peneltian studi kasus. Terlalu sering peneliti studi kasus tidak rapi dan mengizinkan bukti yang samar-samar atau pandangan bias mempengaruhi arah temuan-temuan dan konklusinya. Oleh karena itu, setiap penelitian studi kasus harus bekerja keras untuk menhindari situasi ini.
Kerisauan umum kedua tentang studi kasus adalah bahwa studi kasus sedikit memberikan landasan bagi generalisasi ilmiah. “bagaimana anda bisa membuat generalisasi dari studi kasus?” merupakan suatu pertanyaan yang seringkali terdenger. Jawabnnya mudah dan bahkan telah seringkali diupayakan tanpa hasil (lihat Guba & Lincoln, 1981).
Keluhan ketiga yag sering muncul mengenai studi kasus adalah penyelenggaraannya memakan waktu sangat lama serta menghasilkan dokumen-dokumen yang berlimpah ruah, sehingga melelahkan untuk dibaca. Keluhan ini mungkin memang benar, terutama bagi studi kasus di masa yang lalu, tetapi hal ini tak perlu terjadi pada studi kasus di waktu mendatang. Studi kasus memang tak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Kesan ini telah mengaburkan strategi studi kasus sebetulnya dengan metode pengumpulan data spesifik etnografi atau observasi partisipan. Etnografi biasanya menuntut jangka waktu yang cukup lama di “lapangan” dan menekankan bukti rinci yang dapat diamati. Observasi partisipan sebaliknya mungkin tak menuntut waktu yang sama panjang namun masih mengasumsikan upaya-upaya lapangan yang cukup banyak. Sebaliknya, studi kasus merupakan bentuk inkuiri yang tidak tergantung semata-mata pada data etnografis atau observasi partisipan. Seorang peneliti bahkan bisa melakukan studi kasus yang valid dan berkualitas tinggi tanpa meninggalkan kepustakaan, tergantung pada topik yang akan diselidiki.

2.1.3.   Studi kasus : berbeda jenis, tetapi berdefinisi sama
Definisi studi kasus sebagai strategi penelitian. Definisi yang paling sering dijumpai tentang studi kaus semata-mata mengulangi jenis-jenis topik yang aplikatif. Sebagai contoh, dalam kata-kata seorang pengamat diketengahkan :
Esensi studi kasus, kecenderungan utama dari semua jenis studi kasus, adalah mencoba menjelaskan keputusan-keputusan tentang mengapa studi tersebut dipilih, bagaimana mengimplementasikannya, dan apa hasilnya (Schramm, 1971)
Definisi ini dengan demikian menonjolkan topik “keputusan” sebagai fokus utamanya. Sejalan dengan topik-topik lain juga ditemukan, mencakup organisasi, proses, program, lingkungan, institusi dan bahkan peristiwa.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, kekuragan pada umumnya adalah memandang studi kasus sebagai tahap eksploratoris dari beberapa strategi penelitian lainnya, dan studi kasus itu sendiri hanya disinggung dalam satu atau dua baris saja dalam buku teks. Kesalahan umum yang lain ialah mengaburkan studi kasus dengan etnografi atau observasi partisipan, sehingga penjelasn di buku-buku teks yang ada menjadi deskripsi dari metode-metode etnografis ataupun observasi partisipan.
Tak satu pun pendekatan di atas yang menunjukkan ciri yag sesungguhnya dari strategi studi kasus terutama ciri-ciri yang dapat membedakan dari strategi yang lain. karena itu definisi yang lebih teknis perlu diberikan (Yin, 1984a: 1981b) sebagai berikut :
Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang :
a.         Menyelediki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilaman:
b.         Batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas; dan dimana;
c.         Multisumber bukti dimanfaatkan.
Definisi ini tidak hanya membantu kita untuk memahami studi kasus secara lebih jelas, melainkan juga membedakannya dari strategi-strategi lain yang telah dibahas.
Variasi dalam studi kasus sebagai strategi penelitian. Berdasarkan definisi studi kasus di atas, beberapa pertanyaan sebelumnya bisa dijawab. Ya, penelitian studi kasus mencakup studi-studi kasus tunggal dan multikasus. Meskipun beberapa bidang seperti ilmu politik telah mencoba untuk melukiskan dengan tepat dua pendekatan ini (dan telah mengguakan terminologi-terminollogi seperti “metode kasus komparatif” sebagai bentuk studi multikasus yang berbeda; (lihat lijphart, 1975; George, 1979), variasi itu hanyalah dua dari sekian variasi studi kasus.
Studi kasus dapat mencakup, dan bahkan bisa dibatasi padam bukti kuantitatif. Di dalam kenyataan, perbedaan antara bukti kuantitatif dan kualitatif tidaklah membedakan jenis strategi penelitian. Hendaknya dicatat bahwa sebagai conoth analogis, beberapa eksperimen (seperti studi-studi persepsi psikofisi) dan beberapa pertanyaan survei (seperti survei yang mencari respon-respon kategorial dan bukan numerikal). Sebagai catatan yang berkaitan namun sangat penting, studi kasus hendaknya tak dikaburkan dengan pengertian yang berkembang dari “penelitia kualitatif”. Esensi dari penelitian kualitatif terdiri atas dua kondisi, yaitu (a) penggunaan gambar jarak dekat dan rinci dari observasi dunia alami oleh peneliti, dan (b) upaya untuk menghindari komitmen terdahulu terhadap model teorities apa pun (Van Maanen, Dabbs dan Faulkner, 1982, hlm. 16). Namun demikian, tipe penelitian ini tak selalu membuahkan studi kasus (misalnya, lihat etnografi singkat dalam Jocobs, 1970), dan tidak pula studi kasus selalu berbatas pada dua kondisi ini. studi kasus tak selalu mencakup observasi langsung dan rinci sebagai sumber buktinya.
Terakhir, studi kasus memiliki tempat tersendiri dalam penelitia evaluasi (lihat Patton, 1980; Cronbach dan kawan-kawan 1980; Guba dan Lincoln, 1981; Datta, sedang terbit). Paling kurang ada empat aplikasi yang berbeda dalam hal ini. yang paling penting adalah menjelaskan keterkaitan kausal dalam intervensi kehidupan nyata yang terlalu kompleks bagi strategi survei atau pun eksperimen. Aplikasi yang kedua adalah mendeskripsikan konteks kehidupan nyata dimana intervensi telah terjadi. Yang ketiga, evaluasi bisa memberikan keuntungan, sekali lagi dalam bentuk deskriptif, dari studi kasus ilustratif bahkan pemikiran jurnalistik tentang intervensi itu sendiri. Terakhir, stretegi studi kasus bisa digunakan untuk mengeksplorasi situasi-situasi dimana intervensi yang akan dievaluasi tidak memiliki struktur hasil yang tunggal dan jelas.







BAB III
PENUTUP

3.1.        Kesimpulan
Kita dapat mengenali beberapa situasi dimana semua strategi penelitian mungkin relevan (seperti penelitian eksploratoris), dan situasi-situasi yang lain dimana dua strategi bisa dipandang sama-sama menarik (seperti bagaimana dan mengapa Reagan bisa terpilih). Kita juga dapat menggunakan lebih dari satu strategi dalam penelitian yang telah ditentukan (misalnya, survei di dalam suatu studi kasus atau studi kasus dalam suatu survei). Dalam kaitan seperti ini berbagai strategi tidaklah saling mengecualikan. Namun, demikian, kita juga bisa mengenali beberapa situasi dimana strategi tertentu mempunyai kelebihannya sendiri.
Studi kasus, seperti halnya strategi-strategi penelitian lainnya, merupakan suatu cara penelitian terhadap masalah empiris dengan mengikuti rangkaian prosedur yang telah dispesifikasikan sebelumnya.
Dengan menunjukka situasi-situasi dimana penggunaan studi kasus tunggal atau ganda lebih disukai, misalnya penyelenggaraan survei. Beberapa situasi mungkin tak mempunyai strategi pilihan yang jelas, karena kekuatan dan kelemahan berbagai strategi itu tampak tumpang tindih. Pendekatan pokoknya adalah mempertimbangkan semua strategi tersebut dalam bentuk yang majemuk sebagai bagian dari kekayaan penelitian ilmu-ilmu sosial untuk digunakan peneliti dalam berkiprah berdasarkan situasi yang ada.








DAFTAR PUSTAKA

Robert K. Yin. (1989). Case Study Research Design and Methods. Washington: COSMOS Corporation

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROGRAM KONSELING KARIR

Anak Malas dan si Raja Kutu

KONSELING KARIR DI SEKOLAH DAN DI MASYARAKAT